Ekonomi

Fintech Memacu Inklusi Keuangan bagi UKM di Indonesia

Oleh: Indah Permata Suryani, SE,M.Sc -Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Andalas

Pinjaman peer-to-peer (P2P) telah berkembang pesat di Indonesia sebagai solusi fintech inovatif yang memperluas akses modal bagi usaha kecil dan menengah (UKM) yang kurang terlayani. Penelitian baru mengkaji bagaimana platform unggulan Amartha memanfaatkan sumber data alternatif dan teknologi digital untuk memajukan inklusi keuangan (Sulistyo, 2019).
Pembiayaan terjangkau masih sulit diakses bagi banyak UKM yang berkontribusi lebih dari 60% PDB Indonesia. Sebagian besar kesulitan memenuhi agunan ketat dan catatan keuangan yang diperlukan untuk pinjaman bank tradisional (Tambunan, 2019).

Terlepas dari berbagai inisiatif pemerintah yang ditujukan untuk mengarahkan lebih banyak kredit ke UKM, UKM di Indonesia terus mengakses pembiayaan yang jauh lebih sedikit dari bank dibandingkan dengan negara-negara tetangga (Stein et al., 2010). Ini menggarisbawahi kebutuhan akan saluran pembiayaan inovatif baru yang disesuaikan dengan profil dan persyaratan kredit UKM.
Dengan masuknya fintech, sejak 2015, pinjaman P2P telah berkembang pesat, menghubungkan pendana individu dan institusi ke UKM melalui jaringan online (Sulistyo, 2019). Ini menyediakan alternatif pinjaman konvensional dengan proses aplikasi yang lebih cepat dan dukungan bisnis tambahan (Pratama, 2020).

Inovasi utama P2P adalah penggunaan data alternatif untuk menilai kelayakan kredit UKM melebihi sekadar laporan keuangan (Surya, 2018). Pendana P2P unggulan menyesuaikan model skor kredit untuk profil dan persyaratan UKM mikro dan kecil yang berbeda dari UKM skala besar (Risfani et al., 2022). Data industri memperkirakan pinjaman P2P ke UKM Indonesia melonjak dari hampir nol pada 2015 menjadi lebih dari $500 juta pada 2021 (Hariyanto, 2021). Selama pandemi COVID-19, pinjaman P2P menyediakan jaring pengaman pendanaan yang lincah dan gesit saat pinjaman bank mengering, menunjukkan potensi inovasi fintech dalam mendorong inklusi keuangan (Arner et al., 2020).
Namun, membudayakan ekosistem pinjaman P2P yang bertanggung jawab memerlukan kolaborasi para pemangku kepentingan untuk menerapkan kebijakan, edukasi, dan tata kelola yang bijaksana (Surya, 2018). Dengan pengawasan yang seimbang dan pengembangan produk yang berkelanjutan, pinjaman P2P dapat memperluas akses kredit formal bagi UKM produktif di Indonesia secara berkelanjutan.

Amartha yang berbasis di Jakarta adalah salah satu platform pinjaman P2P terkemuka di Indonesia, berfokus melayani kebutuhan pembiayaan UKM (Amartha, 2022). Didirikan pada 2014, Amartha merintis model pembiayaan mikro inovatif untuk memperluas akses modal bagi UKM yang kurang terlayani (Forbes Indonesia, 2021). Sebagai platform P2P, Amartha menghubungkan UKM dengan pemberi pinjaman individu dan institusional, memfasilitasi pinjaman yang lebih cepat dan terjangkau dibanding lembaga keuangan tradisional. Amartha mensyaratkan UKM membentuk kelompok untuk saling menanggung pinjaman, mengurangi risiko dengan memanfaatkan dukungan komunitas (Forbes Indonesia, 2021). Sampai 2022, Amartha menyalurkan lebih dari $100 juta pinjaman dengan tingkat pembayaran tepat waktu 99% (Amartha, 2022).

Amartha menggunakan data non-tradisional dan algoritma pembelajaran mesin untuk penilaian kredit yang lebih komprehensif bagi UKM dengan riwayat kredit terbatas (Forbes, 2021; Amartha, 2022). Amartha juga menerapkan pinjaman kelompok tanggung renteng dan pembinaan kredit pribadi yang berkelanjutan (Forbes Indonesia, 2021; Amartha 2022). Model dan produk Amartha disesuaikan khusus untuk pembiayaan mikro bagi perusahaan mikro informal (Amartha, 2022).

Amartha menggunakan sistem penilaian kredit inovatif yang menggunakan data alternatif dan alat psikometrik untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi UMKM (Suyanto, 2019). Penggunaan credit scoring ini bukan hal baru dalam pelayanan keuangan. Diawali pada tahun 1993, 90% Bank di USA sudah menggunakan metode tersebut (Asch, 2000). Beberapa institusi telah mengembangkan sistem credit scoring spesifik, termasuk Enterpreneurship Financial Laboratorium Global (EFL Global) yang menjadi pioneer dalam penggunaan alat psikometrik dalam credit scoring.

EFL mengembangkan alat psikometrik credit scoring dengan mengukur karakteristik individual yang memiliki dan tidak memiliki pinjaman sebelumnya, begitu juga dengan tinggi atau rendahnya keuntungan jenis usaha. Karakteristik dibagi menjadi kepribadian, intelejensi dan integritas. EFL melakukan hipotesis pada beberapa penilaian yang dapat mengindentidikasi resiko determinan yang intrinsic, kemampuan untuk membayar pinjaman dan keinginnan untuk membayarnya kembali. Jiwa kewirausahaan dapat diukur dengan tes kepribadian dan intelensi, untuk melihat kemampuan Pelaku usaha untuk menghasilkan arus kas masa depan atau pembayaran kembali utang. Kejujuran dan integritas diukur dengan tes integritas, menentukan keinginan untuk membayar secara independen dari segi kemampuan (Klinger et al, 2013).

Pendekatan komprehensif Amartha memungkinkan akses pembiayaan P2P bagi UKM yang kurang terlayani, menunjukkan potensi pinjaman P2P untuk meningkatkan inklusi keuangan UKM secara bertanggung jawab. Namun, kolaborasi regulator yang berkelanjutan tetap menjadi kunci (Surya, 2018). Perkembangan fintech di Indonesia, termasuk pinjaman P2P, mencerminkan peluang untuk inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Namun, kebijakan yang menyeimbangkan inovasi dan perlindungan konsumen tetap vital (Surya, 2018). Ke depannya, diperkirakan UKM di Indonesia akan terus bertumbuh, meningkatkan kebutuhan akses pembiayaan untuk berkembang. Meskipun masih berkembang, pinjaman P2P dapat memainkan peran penting memperluas akses kredit UKM jika didukung kebijakan dan praktik yang bijaksana (Risfani et al., 2022).

Referensi:
Amartha. (2022). Empowering Micro Entrepreneurs. https://www.amartha.com
Arner, D.W., Barberis, J., & Buckley, R.P. (2020). FinTech and COVID-19: Impacts, challenges, and policy priorities. Asian Development Bank Institute.
Forbes Indonesia. (2021). Fintech peer to peer lending ini raih pendanaan US$ 30 juta dari Morgan Stanley. Forbes Indonesia. https://forbesindonesia.com/teknologi/fintech-peer-to-peer-lending-ini-raih-pendanaan-us30-juta-dari-morgan-stanley
Hariyanto, H. (2021). Peer to Peer Lending di Indonesia Diperkirakan Tumbuh 24,8% Jadi Rp72 Triliun di 2025. Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/08/peer-to-peer-lending-di-indonesia-diperkirakan-tumbuh-248-jadi-rp72-triliun-di-2025
Pratama, Y. (2020). Fintech pinjaman modal usaha ini cuma butuh KTP dan rekening; ini caranya!. Kontan.co.id. https://keuangan.kontan.co.id/news/fintech-pinjaman-modal-usaha-ini-cuma-butuh-ktp-dan-rekening-ini-caranya
Risfani, N.H., Sengkey, W., & Koesrindartoto, D.P. (2022). Regulating fintech peer-to-peer lending in Indonesia: Between financial inclusion and consumer protection. Bulletin of Monetary Economics and Banking, 24(4), 623-644.
Stein, P., Goland, T., & Schiff, R. (2010). Two trillion and counting: Assessing the credit gap for micro, small, and medium-size enterprises in the developing world. International Finance Corporation and McKinsey & Company.
Sulistyo, S. (2019). Fintech peer-to-peer lending as an alternative financing for MSMEs in Indonesia. ETikonomi, 18(2).
Surya, I.G.P. (2018). Financial inclusion via peer to peer lending: Opportunities and challenges in Indonesia. ETikonomi, 17(2), 215-228.
Tambunan, T. (2019). Recent evidence of the development of micro, small and medium enterprises in Indonesia. Journal of Global Entrepreneurship Research, 9(1).